Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi Melalui Fortifikasi Iodium
Main Article Content
Abstract
Dalam upaya penanggulangan masalah gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI), peningkatan mutu gizi beras merupakan salah satu terobosan yang dapat ditempuh terutama untuk memperbaiki mutu gizi masyarakat di daerah endemik Iodium. Penerapan teknologi fortifikasi Iodium pada beras sangat prospektif untuk dikembangkan, karena beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Teknologi fortifikasi Iodium pada beras dilakukan dengan prinsip memanfaatkan sifat Iodium yang mudah terikat dengan amilosa sebagai unsur utama beras. Iodium sebagai fortifikan dalam bentuk larutan dengan penambahan bahan pengikat dikabutkan dengan alat pengkabut yang digandengkan pada alat penyosoh beras. Hasil penelitian menunjukan bahwa fortifikasi Iodium pada beras dengan menggunakan bahan pengikat dextrose dan sodium bikarbonat tidak berpengaruh terhadap kualitas beras. Hasil uji organoleptik menunjukan bahwa fortifikasi iodium sebesar 1 ppm pada beras menunjukkan bahwa rasa nasi dari beras dengan fortifikan iodit maupun iodat tanpa pengikat tidak berbeda nyata dengan kontrol dan disukai •60% konsumen (responden). Sedangkan dari segi aroma tidak berbeda nyata dengan kontrol dan menunjukkan penampilan permukaan terlihat bersih dan cemerlang. Dari mutu fisik beras, pada umumnya beras beriodium dapat diklasifikasikan pada standar mutu II karena beras kepala diatas 80% dan beras patah paling tinggi 19,41%.
In an effort to overcome problems Iodine deficiency disorders (IDD), increased nutrient quality of rice is one of the breakthroughs that can be achieved primarily to improve the nutritive quality of the community in areas of endemic iodine. Iodine fortification technology implementation on highly prospective for development of rice, because rice is the staple food consumed by more than 90% of Indonesian population. Iodine fortification of rice technology by utilizing the principle of the easy nature of iodine bound with amylose as the main element in rice. Iodine as fortifikan in the form of a solution with the addition of a binder in mist sprayer which coupled with the tool on the tool penyosoh rice. The results showed that iodine fortification in rice by using a binder dextrose and sodium bicarbonate did not affect the quality of rice. The organoleptic test showed that iodine fortification of 1 ppm in rice showed that the rice with iodate fortificant iodid or without a binder is not significantly different from the control and preferred •'3d 60% of consumers (respondents). In terms of flavor not significantly different from the control and shows the surface appearance looks clean and bright. From the physical quality of rice, generally can be classified on the quality standard II for over 80% head rice yield and broken rice the highest 19.41%.
Article Details
catatan copyright agar disepakati oleh penulis.
Penulis sepakat dengan ketentuan-ketentuan dalam etika publikasi
Penulis menyatakan bahwa karya tulis yang diserahkan untuk diterbitkan adalah asli, belum pernah dipublikasikan di manapun dalam bahasa apapun, dan tidak sedang dalam proses pengajuan ke penerbit lain
References
Anonymous. 1999. Penanggulangan GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium). Dep Kes RI.
Anonymous. 2006. Analisis Situasi Pencapaian Universal Salt Iodization Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dinas Kesehatan NTB.
Buckle, K.A, G.h. Edwards, Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia.
Chauhan, S.a., A.M. Bhatt, M.P. Bhatt and K.M. Majeethia. 1992, stability of Iodized salt with Respect to Iodine Content, India Research
and Industry.
Diosady, L.L., J.O, Alberti, M.G, Venkatesh Mannar and T. Stone, 1998. Stability of Iodine in Iodized Salt Used for Correction of Iodine Deficiency Disorders II, Food Nutr. Bul. 19.
Djumadias, A.N. 1991. Profil Industri Garam Beriodium. Departemen Perindustrian dan Unicef.
Dunn, J. T and F. V. Der haar. 1990. A Practical Guide to the Correction of Iodine Deficiency. International Council for Control Iodine Deficiency Disorder. Netherlands.
FAO/ WHO. 1991. Consideration of Iodization of Salt. CX/NFSDU 91/13. FAO, Rome
Hetzel, B.S. 1989. The Story of Iodine Deficiency an International Challenge in Nutrition. Oxford. Oxford Univ. Press.
Kortono, D. 1986. Sulitkah Upaya Menanggulangi Gondok. Gizi Prima Buletin Gizi.
Lotfi, M., Mannar, M.G.V., Merx, R.J.H.M., Van dan Heuvel, P.N. 1996. Micronutrient Fortification of Foods. Wageningen. International
Agricultural Centre.
Lutfi, M and J.B. Manson. 1988. Introduction and Policy Implications. In B. S. Hetzel. The Prevention and Control of Iodine deficiency Disorder. ACC/SCN state of the series, Nutrition Policy Discussion.
Maryoto, A. 2005. Arah Pangan 2005, Fortifikasi Beras Produk Transgenik Tergantung Evaluasi Keamanan. Kompas 3 Agustus. Jakarta.
Rusiawati, Yunus dan Sumengen Sutomo. 1993. Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium di Indonesia. Didalam: Cermin Dunia Kedokteran, Untoro, J. 1999. Use of Oral Iodized Oil to Control Iodine Deficiency in Indonesia.
Ruitten van H.T.L. 1981, rice Milling didalam Grain Post Harvest Processing Technology. Dept. of Agric. Engineering, Bogor Agricultural University and Dept of Agric. Engineering. Agricultural University Wageningen. The Netherlands.
Suismono, S.J. Munarso dan Jumalia. 2000. Rencana Standar Mutu Beras Giling Untuk Perdagangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Thahir, R., H. Wijaya dan J. Setiawati. 2000. Pemolesan Beras Melalui Sistem Pengkabut. Seminar Nasional Perteta IPB. Bogor.
Wang, G.Y, R.H, Zhou, Z,Wang, L,Shi and M, Sun M, 1999. Effects of storage and Cooking on the Iodine Content in Iodized Salt and Study
on Monitoring Iodine Content in Iodized Salt, Bio-med. Environ. Sci. 12.
Yuniar. R, A,Faisal dan Muhilal 1991. Alternatif cara Deteksi Kandungan Idium Pada Garam Beriodium Di Pasar. Penelitian Gizi dan Makanan. Pusat Penelitian Dan pengembangan Gizi. Bogor.