Aplikasi Tepung Bekatul Fungsional Pada Pembuatan Cookies Dan Donat Yang Bernilai Indeks Glikemik Rendah (Application of Functional Bran in Making Cookies and Donuts with Low Glycemic Index Value)
Main Article Content
Abstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan bekatul fungsional (direndam dalam asam askorbat 1000 ppm selama 1 jam pada berbagai formula cookies dan donat. Terhadap formula cookies dan donat yang terbaik kemudian dilakukan uji sensori, analisis sifat fisik dan kimia, serta pengukuran indeks glikemik (IG). Bekatul fungsional dapat diaplikasikan sebagai pensubstitusi terigu pada pembuatan cookies dan donat. Formula cookies dengan penambahan bekatul fungsional sebanyak 40 persen dari total tepung, dan formula donat dengan penambahan bekatul fungsional sebanyak 35 persen dari total tepung, merupakan formula yang terpiih. Kedua produk tersebut memiliki kadar serat pangan yang tinggi sehingga dapat diklaim sebagai pangan fungsional sumber serat pangan. Penambahan bekatul fungsional ke dalam formula cookies dan donat dapat menurunkan nilai IG, yaitu dari 67 pada cookies standar (tanpa bekatul) menjadi 31 pada cookies bekatul, dan dari 72 pada donat standar menjadi 39 pada donat bekatul. Dengan demikian, cookies dan donat bekatul dapat digolongkan sebagai pangan yang memiliki IG rendah (< 55). Pangan dengan IG rendah dapat diklaim sebagai pangan fungsional anti-diabetes. Faktor pendukung rendahnya IG pada cookies dan donat bekatul dibandingkan cookies dan donat standar adalah kadar lemak, kadar protein, kadar serat pangan, dan kadar amilosa yang lebih tinggi, serta daya cerna pati yang lebih rendah.
kata kunci: cookies, donat, bekatul, indeks glikemik, organoleptik
The objective of this research was to apply functional rice bran (made by soaking rice bran in 1000 ppm ascorbic acid for 1 hour in processing some formulas of cookies and donut. Sensory, physical, chemical, and glycemic index (GI) analysis were then done to the selected formula of cookies and donut. The functional rice bran could be applied to substitute wheat flour in making cookies and donut. Cookies formula with addition of 40 percents functional rice bran from the total flour, and donut formula with addition of 35 percents functional rice bran from the total flour, were the best selected formulas. The two formulas had high dietary fiber content, so it can be claimed as a dietary fiber source of functional foods. The addition of functional rice bran into the cookies and donut formulas could decrease the GI value, from 67 in standard cookies (without addition of functional rice bran) to become 31 in functional rice bran cookies, and from 72 in donat standard to become 39 in functional rice bran donut. So, functional rice bran cookies and donut can be classified as foods with low GI value (< 55). Low GI foods can be claimed as antidiabetic functional food. Higher content of fat, protein, dietary fiber, amylose, and also the lower of starch digestion of rice bran cookies and donut contributed in lowering the GI.
keywords: cookies, donut, rice bran, glycemic index, sensory
Article Details
catatan copyright agar disepakati oleh penulis.
Penulis sepakat dengan ketentuan-ketentuan dalam etika publikasi
Penulis menyatakan bahwa karya tulis yang diserahkan untuk diterbitkan adalah asli, belum pernah dipublikasikan di manapun dalam bahasa apapun, dan tidak sedang dalam proses pengajuan ke penerbit lain
References
Astawan, M. dan S. Widowati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Ubi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Bogor : Laporan Penelitian RUSNAS.
Badan Standardisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI No. 01-2973-1992). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Brand-Miller, J. 2000. Carbohydrates. Di dalam: Mann J. dan Truswell AS (Eds). Essentials of Human Nutrition, 2nd Ed. Oxford : Oxford University Press. pp. 231-255.
Chandalia, M., dkk. 2000. Beneficial Effects of High Dietary Fiber Intake in patients eith Type 2 Diabetes Mellitus. http://content.neim.org/cgi/content/full/342/19/1392.[Diakses 20 November 2007].
Departemen Perindustrian Republik Indonesia. 1992. Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta : Departemen Perindustrian Republik Indonesia.
Direktorat Gizi Masyarakat. 2000. Pedoman Pemantauan Konsutnsi Gizi. Jakarta.:Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
El, SN. 1999. Determination of Glycemic Index for Some Breads. Journal of Food Chemistry. Volume:67:67-69.
Foster-Powell, K., S. H. A. Holt dan J. C. Brand- Miller. 2002. International Table of Glycemic Index and Glycemic Load Values. Am. J. Clin. Nutrition. Volume76: 5-56.
Jones, J.M. 2002. Contradiction and Challenges: A Look at Glycemic Index Wheat Food Council, Colorado.
Juliano, B.O. 1971. The Rice Caryosis and Its Composition. Di dalam Houston DF (ed.). Rice: Chemistry and Technology. St. Paul Minnesota : The American Association of Cereal Chemists.
Muchtadi, D., Palupi N.S. dan M. Astawan. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Bogor : Pusat Antar universitas Pangan dan Gizi, IPB.
Muchtadi, D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah penyakit degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Volume:12:61-71.
Ragnhild, A.L., Asp N.L., Axelsen A. dan Raben A. 2004. Glycemic Index Relevance for Health, Dietary Recommendations, and Nutritional Labelling. Scandinavian Journal of Nutrition. 48 (2): 84-94.
Rimbawan dan A. Siagian..2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Soekarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Penerbit Bharata Karva Aksara.
Truswell, A.S. 1992. Glycemix Index of Food. Eur. J. clin. Nutr. 46(2):9l-l01.
Whiteley, P.R. 1971. Biscuit Manufacture: Fundamentals of In-Line Production. London: Applied Science Publishers, Ltd.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.