Swasembada Gula : Prospek dan Strategi Pencapaiannya
Main Article Content
Abstract
Pemerintah Indonesia menargetkan swasembada gula pada tahun 2014. Kurun waktu empat tahun adalah periode yang sangat pendek untuk mengubah kedudukan dari pengimpor menjadi produsen mandiri. Produksi gula Indonesia tahun 2009 adalah 2,52 juta ton, sedangkan total konsumsi mencapai 4,55 juta ton terdiri dari konsumsi langsung 2,70 juta ton dan konsumsi industri 1,85 juta ton. Kecukupan gula dipenuhi melalui impor sebanyak 2,03 juta ton. Proyeksi pertumbuhan tahun 2014 berdasarkan pada pertambahan penduduk serta perkembangan industri (terutama makanan dan minuman) meningkatkan konsumsi menjadi 5,32 juta ton yakni 2,96 juta ton konsumsi langsung dan 2,36 juta ton konsumsi industri. Upaya peningkatan produksi yang rasional tanpa membangun pabrik baru hanya mampu meningkatkan produksi menjadi 3,60 juta ton sehingga pemenuhan kebutuhan melalui impor masih sebesar 1,72 juta ton. Dari gambaran ini maka target swasembada gula tidak mungkin dicapai melalui pertumbuhan produksi normal. Paper ini membahas berbagai kendala dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target tersebut. Pada bagian akhir akan diutarakan faktor keberhasilan Thailand sebagai acuan dalam melakukan upaya mencapai swasembada gula nasional.
The government of Indonesia has planned to achieve self-sufficiency of white sugar in the year of 2014; it is about four years ahead. This available time is considered to be very short to change the status of the country from net importer to self-producer. The national sugar production in 2009 was 2.52 million ton while the consumption was 4.55 million ton consisted of 2.70 million ton direct (household) consumption and 1.85 million ton industrial consumption. The balance (2.03 million ton) was imported from several countries. It has been projected that the sugar demand will increase to 5.32 million ton in 2014 due to population and industrial (mainly food and beverage) growth which will consist of 2.96 million ton direct consumption and 2.36 million ton industrial uses. Normal effort to add production without addition of new factory would increase production up to 3.60 million ton at which the need for import will be 1.72 million ton. Therefore, self-sufficiency of sugar would not be possible through normal practices as usual. This paper discusses constraints and possible efforts to achieve the targeted selfsufficiency. At the end, it presents the success factors of Thailand sugar industry that should be considered as benchmarks of efforts. This paper concludes with a set of recommendations of programs to meet national white sugar self-sufficiency.
Article Details
catatan copyright agar disepakati oleh penulis.
Penulis sepakat dengan ketentuan-ketentuan dalam etika publikasi
Penulis menyatakan bahwa karya tulis yang diserahkan untuk diterbitkan adalah asli, belum pernah dipublikasikan di manapun dalam bahasa apapun, dan tidak sedang dalam proses pengajuan ke penerbit lain
References
Arifin, B. 2008. Ekonomi Swasembada Gula Indonesia. Economic Review No. 211 (Maret 2008).
BAAC. 2009. Annual Report, Fiscal Year 1 April 2008 – 31 March 2009. Bank of Agriculture and Agricultural Coopeartives. Bangkok.
Banse, M., H. van Meijl and G. Woltjer. 2008. The Impact of First and Second Generation Biofuels on Global Agricultural Production, Trade and Land Use. Agricultural Economics Research Institute (LEI), Paper submitted for the 11th Annual GTAP Conference, Helsinki, Finland,
June 12-14, 2008. The Hague.
Birkett, H. and J. Stein. 2006. Energy Self-Sufficiency and Cogeneration in Louisiana Cane Sugar Factories. Louisiana State University Agriculture
Center, Audubon Sugar Institute, Lousiana.
Bolling, C. and N. R. Suarez. 2001. The Brazilian Sugar Industry: Recent Developments. Sugar and Sweetener Situation and Outlook/SSS-232/September 2001. Economic Research Service/USDA.
CIE. 2001. Vietnam sugar program: Where next? Centre for International Economics, Canberra ACT.
Fang, C. dan J. Beghin. 1999. Self-sufficiency, Comparative Advantages, and Agricultural Trade: A Policy Analysis Matrix for Chinese Agriculture. Submitted as a Selected Paper for The 1999 Public Trade Policy Research and Analysis Symposium of the IATRC: China's Agricultural Trade and Policy: Issues, Analysis and Global Consequences June 25-26, 1999, San Francisco, California, U.S.A.
El-Sharif, L. M., K. H. El Eshmawiy, K. A.M. Awad and R. M. Barghash. 2009. Economic Potentialities Achieve Self-Sufficiency from Egyptian Sugar under the International Variables. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 5 (5): 655-663.
Indraningsih, K. S. dan A. H. Malian. 2006. Perspektif Pengembangan Industri Gula di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian, Bogor.
Kurniawan, Y., A. Susmiadi dan A.Toharisman. 2005. Potensi Pengembangan Industri Gula Sebagai Penghasil Energi di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Pasuruan.
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Tanpa Tahun. Audit Teknologi, Langkah Awal Meningkatkan Efisiensi Efisiensi Pabrik Gula. Bogor.
Maria.2009. Analisis Kebijakan Tataniaga Gula terhadap Ketersediaan dan Harga Domestik Gula Pasir di Indonesia. Paper dipresentasikan pada Seminar Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Mitr Phol. 2010. Sustainable ways Forward. Mitr Phol Goup, Bangkok.
Mulyadi, M., A.Toharisman dan P.D.N. Mirzawan. 2009. Potensi Lahan Tebu Indonesia Timur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia.
Sekretariat Dewan Gula Indonesia. 2001. Produksi Gula Nasional.
Siagian, V. 2004. Efisiensi Unit-Unit Kegiatan Ekonomi Industri Gula Yang Menggunakan Proses Karbonatasi Di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta
Susila, W.R. dan B.M. Sinaga. 2005. Analisa Kebijakan Industri Gula Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23 (1): 30-53.