Pengembangan Pabrik Gula Mini untuk Mencapai Swasembada Gula (Mini Sugar Mills Development to Achieve Sugar Self-Sufficiency)
Main Article Content
Abstract
Indonesia adalah negara pengimpor gula terbesar dengan rata-rata impor sekitar dua juta ton per tahun. Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi belum mampu mengimbangi pertumbuhan pesat permintaan untuk konsumsi langsung dan penggunaan industri. Banyak kendala yang menghadang peningkatan produksi antara lain keterbatasan bahan baku, kinerja pabrik yang kurang baik, keterbatasan modal investasi, dan keterbatasan lahan untuk perluasan perkebunan tebu. Kesulitan mendapatkan lahan dengan luasan yang besar dalam satu hamparan menjadi faktor utama sulitnya peningkatan kapasitas atau penambahan pabrik gula baru. Salah satu alternatif pemecahannya adalah dengan mengoptimalkan ketersediaan lahan yang terpencar untuk mendukung pabrik gula mini. Untuk tujuan itu, dilakukan analisis kelayakan pabrik gula mini dari aspek teknis dan ekonomi. Studi ini menemukan bahwa pengembangan pabrik gula mini layak dilaksanakan dengan kapasitas 500 ton tebu per hari pada tingkat rendemen minimum tujuh persen. Pada tingkat rendemen ini diperoleh nilai IRR sebesar 30,56 persen, NPV sebesar Rp. 31.878.880.154, Net B/C sebesar 1,64, PBP selama 3,98 tahun dan BEP sebesar Rp. 19.880.709.795. Investasi yang diperlukan adalah Rp. 49.453.000.000 dan modal kerja Rp. 12.026.000.000.
Indonesia is one of the biggest net sugar importing countries at the average of 2 million ton each year. The efforts to increase national production have not been successful to meet the rapid growth of demand for both direct household consumption and industrial usage. There are many constraints to increase production such as lack of raw material supply, bad performance of sugar mills, less capital and land availability for extension of sugar cane plantation, and environmental factors. As a tropical country, Indonesia should be able to meet its sugar demand, especially on the basis of sugarcane. Out of those constraints, the availability of suitable land in a region for plantation of sugarcane has been the main barrier for increasing the capacity of existing mills and establishing new big scale mills. Therefore, it is necessary to optimize the fragmented available land for small scale sugar mills. For this reason, one necessary step is to analyze the feasibility of small scale or mini sugar mills from technical and economical aspects. This study revealed that mini sugar mills are feasible to be developed at 500 ton cane sugar per day capacity at minimum 7 percent of yield. At this yield, it is determined that the value of IRR is 30.56 percent, NPV is Rp. 31,878,880,154., Net B/C is 1.64, PBP is 3.98 years and BEP is Rp. 19,880,709,795. The investment needed is Rp. 49.453 billion and working capital is Rp. 12.026 billion.
Article Details
catatan copyright agar disepakati oleh penulis.
Penulis sepakat dengan ketentuan-ketentuan dalam etika publikasi
Penulis menyatakan bahwa karya tulis yang diserahkan untuk diterbitkan adalah asli, belum pernah dipublikasikan di manapun dalam bahasa apapun, dan tidak sedang dalam proses pengajuan ke penerbit lain
References
Bantacut, T. 2010. Swasembada Gula: Prospek dan Strategi Pencapaiannya. Pangan 19 (3): 245-256.
Dewan Gula Indonesia. 2010. Laporan Gula Indonesia 2010. Jakarta.
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. 2009. Roadmap Industri Gula. Departemen Perindustrian, Jakarta.
Endres, L., J. V. Silva, AND V.M. Ferreira, and G.V. De S. Barbosa. 2010. Photosynthesis and Water Relations in Brazilian Sugarcane. The Open Agriculture Journal 4: 31-37.
Girei, A.A. and D.Y. Giroh. 2012. Analysis of the Factors Affecting Sugarcane (Saccharum Officinarum) Production Under the Out Growers Scheme in Numan Local Government Area Adamawa State, Nigeria. Advances in Agriculture, Sciences and Engineering Research 2(5): 158 - 164.
Hakim, M. 2010. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Tanaman Tebu di Indonesia. Jurnal Agrikultura 21(1): 5-12.
Hall, D.O. and K.K. Rao.1999. Photosynthesis. 6th Edition. Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Jati, K. 2013. Sugar Price Analysis in Indonesia. International Journal of Social Science and Humanity 3(4): 369-374.
Mulyadi, M., A. Toharisman dan P.D.N. Mirzawan. 2009. Identifikasi Potensi Lahan untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis Tebu di Wilayah Timur Indonesia. Potensi Lahan Tebu Indonesia Timur. P3GI, Pasuruan.
Oregon, A.J. 2003. Planting Rate Effect on Sugar Cane Yield Trial. Thesis. Department of Agronomy. B.S. Louisiana State University.
P3GI. 2003. Studi Konsolidasi Pergulaan Nasional. Kerjasama Ditjen BPP Deptan dengan P3GI, Jakarta.
P3GI. 2008. Peran Teknologi Dalam Mendukung Industri Gula Yang Tangguh dan Berdaya Saing. Seminar Sehari Tanggal 28 Agustus 2008, Dalam Rangka Peringatan Ke 121 Tahun P3GI Pasuruan.
Rao, I.V.Y. R. 2012. Efficiency, Yield Gap and Constraints Analysis in Irrigated vis-a-vis Rainfed Sugarcane in North Coastal Zone of Andhra Pradesh. Agricultural Economics Research Review 25(1):167-171.
Saskia, D.Y. dan Waridin. 2012. Biaya dan Pendapatan Usahatani Tebu Menurut Status Kontrak (Studi Kasus di PT IGN Cepiring, Kab.Kendal). Diponegoro Journal of Economics 1(1):1-12.
Simposium Gula Nasional. 2012. Ekonomi Gula. Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Surabaya, 11 - 12 Januari 2012.
Sugiyanto, C. 2007. Permintaan Gula di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan 8(2): 113 - 127.
Supriyati. 2011. Kaji Ulang Konsep Neraca Gula Nasional: Konsep Badan Ketahanan Pangan vs Dewan Gula Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian 9(2): 109-124.
Susila, W.R. dan B. Sinaga. 2005. Analisis kebijakan industri gula Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23(1): 30−53.
Wayas, J. W. 2011. Financial Feasibility Study of Five Brown Sugar Miniprocessing Firms in Nigeria (PhD thesis). Agricultural Economics and Rural Sociology of Ahmadu Bello University Zaria, Nigeria.
Zhu, Xin-Guang, S.P. Long and D.R Ort. 2008. What is The Maximum Efficiency With Which Photosynthesis Can Convert Solar Energy Into Biomass? Current Opinion in Biotechnology 19:153–159.